Beranda > Pengalaman > Imajinasi Anak-anak tentang Surga Neraka

Imajinasi Anak-anak tentang Surga Neraka

Aku baru saja selesai sholat tahiyyatul masjid ketika tak sengaja telingaku menangkap pembicaraan dua anak kecil di serambi masjid. Anak-anak kelas 5 SD tersebut dengan semangat bercakap-cakap tentang surga.

” Wah di surga enak ya, mau minta apa aja diberi” seorang anak memulai percakapan.
” Iya enak..kalo aku mau minta buah-buahan tak perlu susah susah memanjat, tinggal petik saja..kan buahnya di bawah..habis dipetik langsung tumbuh lagi” timpal yang kawannya.
” Di surga rumahnya bagus bagus..dari emas lagi..aku pengen punya rumah yang gedhe..biar bisa main sepuasnya..” anak yang pertama memberi pendapatnya.
” Iya entar aku juga pengen punya di sebelahmu biar bisa main bareng…” usul anak yang satunya.
” Boleh nanti kita tinggal minta mainan apa saja pasi dikasih oleh Alloh… enak ya di surga..” jawb anak pertama.

Demi mendengar percakapan kedua anak itu pikiranku pun melayang jauh ke masa sewaktu aku masih sekolah di SD. Yah seusia anak-anak itu. Entah mengapa usia-usia SD ketika berbicara tentang surga dan neraka gambarannya hampir sama dari generasi ke generasi.

Dulu gambaranku tentang surga yaitu tempat yang luas, dengan pemandangan yang bagus, rumahnya dari emas. Mau minta apa saja pasti langsung diberi. Dulu yang ada dalam gambaranku mau makan buah-buahan tinggal petik saja karena buahnya di bawah dan akarnya diatas. Kalau mau minum susu tinggal ambil di sungai saja karena sungai di surga katanya putih seperti susu dan manis laksana madu.

Dulu berpikir enak juga di surga, makan kenyang sepuasnya tapi tak pernah BAB maupun BAK. Badan selalu bersih jadi tak perlu mandi. POkoknya segala yang indah-indah bisa dijumpai di surga.

Dan yang pasti seneng banget kalau bisa masuk surga. Maka tak heran jika orangtua ketika menyuruh anaknya untuk ibadah, iming-imingnya adalah surga.

” Ayo siapa yang pengen masuk surga harus rajin sholat, rajin ngaji dan bantu orang tua..” kata pak guru dan bu guru di sekolah.

Sebagai anak kecil biasanya ketika akan berbuat baik-pun niatnya biar masuk surga. ” Aku mau infak ah biar masuk surga..” kata seorang teman.
“Yuk kita bantu nenek itu nyebrang jalan biar kita banyak pahala dan masuk surga..” ajak seorang teman.

Setelah bicara enaknya surga, tak kalah seru pula bicara tentang sengsaranya di neraka. Dalam gambaranku waktu kecil dulu, neraka itu seperti lautan api. Di sana banyak ular besar, hewan-hewan menjijikkan ukuran raksasa, alat penyiksa, gergaji, setrika, silet yang semuanya berapi dan panas. Dan barangsiapa yang masuk ke neraka maka akan sengsara banget. Coba bayangkan semisal digergaji dan terbelah, maka langsung pulih lagi dan digergaji lagi, begitu seterusnya. Atau dililit ular raksasa sampai tulang-tulangnya remuk (bahasa anak-anak: mecedhel) setelah itu pulih lagi dan dililit lagi, begitu seterusnya.Pokoknya di neraka gak bakalan bahagia, yang ada cuma siksaan. “Hiiii ngeri….” begitu komentar kami jika diceritakan tentang neraka.

Sama halnya ketika menyuruh berbuat baik diming-imingi dengan surga, orangtuapun ketika melarang anak-anak berbuat buruk maka diancam dengan neraka.
” Anak-anak jangan berani sama orangtua nanti masuk neraka lho..” pesan bu guru dan pak guru.
” Kita tuh gak boleh bohong, nanti masuk neraka..” kata seorang teman.
” Gak mau ah, itu kan namanya mencuri nanti aku masuk neraka kalo nyuri..” seorang teman memberi alasan ketika diajak mencuri buah.

Sungguh kenangan yang lucu bila diingat namun ternyata mengesankan. Bagaimana gambaran tentang surga bisa membuat anak-anak yang belum banyak tahu tentang agama jadi bersemangat melakukan kebaikan. Lalu gambaran tentang neraka mampu mencegah anak dari melakukan keburukan.

Kembali ke masa dewasaku di saat ini. Aneh saja jika dipikir. Bagaimana orang jarang sekali berbicara tentang surga dan neraka. Kita seringnya berbicara tentang hal di atas bumi dan di bawah langit pertama. Yang dibicarakan seputar dunia dan isinya. Namun lupa bahwa akhir perjalanan kita hanya ada dua tempat Surga atau Neraka, tak ada tempat lain. Bahkan ketika kita tahu bahwa surga jauh lebih indah dari gambaran waktu kecil dulu, namun tak juga mendorong untuk beramal lebih banyak dan lebih baik. Juga ketika kita tahu bahwa neraka lebih mengerikan dari gambaran waktu kecil dulu, namun tak mampu mencegah kita melakukan keburukan dan dosa.

Apakah lapisan dosa-dosa kita yang lebih banyak daripada anak-anak telah menyebabkan kita terhalang dari berpikir tentang surga dan neraka?

  1. akhcand
    6 April 2010 pukul 1:29 pm

    subhanallah.. baru nyadar juga nih.. sebernarnya sering denger anak kecil ngobrol surga neraka, tapi kadang kita yang kurang ‘ngeh’ kalau dengan itu Allah sedang mengingatkan kita..

    nice post bro.. salam kenal.

    • satufikr
      12 April 2010 pukul 6:10 am

      salam kenal juga jika belum kenal..Yah Alloh itu punya berbagai cara untuk menyadarkan kita, hanya kadang kita terpaku bahwa ilmu itu hanya di dapat dengan mendengarkan ceramah saja.. padahal di alam ini banyak sekali pelajarannya. Namun begitu jangan sampai melupakan ilmu dari ceramah, karena itu bisa menjadi dasar yang kuat..SEMANGAT..!

  2. 4 Mei 2010 pukul 1:52 am

    “apakah lapisan dosa2 kita lebih banyak daripada anak2???” wah, sebuah refleksi yg menarik. 🙂

    saya jadi ingat tulisan dari sebuah handout pelatihan menulis yg pernah saya jalani, tentang proses kreatif pada anak.

    disana ditulis bahwa anak adalah si penuh keajaiban. seorang penulis berusaha untuk mensintesis fenomena yg terjadi di dunia nyata ke dalam dunia fantasinya yg serba baru. maka, penulis yg baik adalah anak2, katanya. karna proses ini mungkin tidak jauh beda dengan seorang anak yg mencoba mengenal benda2 riil baru dalam hidupnya.

    yg jelas proses itu dimulai dari adanya perasaan ingin tahu, yang merupakan suatu bentuk dari kebutuhan dan diakhiri dg perasaan takjub. anak kecil, mereka sangat jujur dalam perasaannya dan sepertinya cenderung tidak ada halangan untuk berekspresi. beda dg org dewasa kebanyakan yg cenderung pasif. mungkin karena faktor usia memang, semakin tua, semakin waspada, jadi takut bertanya/menjawab(takut salah??)

    conclunya, sebagai org berumur(he, org dewasa maksudnya), kita juga perlu mmelihara sifat anak dalam diri kita, yaitu adanya perasaan ingin tahu tadi(expanding curiousity), dan diakhiri dg rasa takjub.

    dan semoga kita bisa senantiasa belajar dari siapapun dan apapun yg kita temui, sehingga menjadi tebal iman dan taqwa kita kepada-Nya. aamiin

    review kembali apa2 yg sudah pernah kita punya, terus menggali ilmu yg agama yg sebegitu luasnya. perlombaan mendapatkan cinta-Nya mode on. insyaAllah… mudahkan ya Allah…

    yupp, nice posting, bro! ^_^b

  3. satufikr
    4 Mei 2010 pukul 3:50 am

    thanks apresiasinya.. semoga kita bisa berlomba2 mendapatkan cinta-Nya dan cinta yang bisa mengantarkan dan mempertebal cinta kita kepada-Nya.

    Ya memang benar, kita harus memelihara sisi anak-anak dalam diri kita. Gak tahu gimana dari sisi psikologinya, tapi ternyata dunia anak2 itu dunia yang penuh keceriaan, optimisme, pengen tahu, dunia penuh imajinasi, dunia khayalan dan mimpi. mungkin karena belum ada beban kehidupan dan masih bisa berpikir jernih.. semoga kita tidak kehilangan sisi anak-anak dalam diri kita, tetapi sekaligus tidak membuat kita berlaku kekanak-kanakan.

    • 4 Mei 2010 pukul 10:39 pm

      “semoga kita bisa berlomba2 mendapatkan cinta-Nya dan cinta yang bisa mengantarkan dan mempertebal cinta kita kepada-Nya.”

      aamiin ya Allah…
      yupp! sepakat…! ^_^b

      • 8 September 2010 pukul 2:39 pm

        AKU INGIN DI SURGA JUGA SUPAYA AKU MAU MINTA APA SAJA BOLEH

  4. 8 September 2010 pukul 2:32 pm

    AKU TELAH SADAR

    • satufikr
      14 September 2010 pukul 3:00 am

      alhamdulillah… 😀

  5. 2 November 2015 pukul 2:09 am

    mugi mugi kita bisa masuk syurga mien…..

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar